Menanggapi Problematika Pemahaman Santri Dalam Disimilaritas Pengabdian Kepada Orang Tua Dan Guru di Pondok Pesantren

 


Malang - Pondok Pesantren di Indonesia memiliki ciri yang khas dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Para santri diajarkan untuk lebih takzim kepada guru maupun orang tua. Namun banyak dari kalangan para santri yang salah paham terhadap definisi pengabdian antara kepada orang tua dan guru. 

Penjelasan yang dipaparkan oleh para guru di pondok pesantren tak mendiskriminasi siapapun terkait pengabdian terhadap guru maupun orang tua. Para guru mengajarkan untuk selalu taat dan patuh serta menjaga adab dari segi ucapan maupun perlakuan yang tak ada sekat dan pembeda kepada guru maupun orang tua. 

Namun, seringkali para santri salah kaprah dalam memahami konteks tersebut. Menjadikan tahta seorang guru lebih tinggi dari derajat orang tua, dan mereka menganggap bahwa guru lebih mulia dan harus lebih ditaati serta dipatuhi daripada orang tua. Padahal peran orang tua juga penting dalam kehidupan anak-anaknya.

Guru atau disebut juga murobbi ruh adalah seorang pendidik dan pengasuh batiniyah bagi para santrinya. Sedangkan orang tua adalah murobbil jasad yang mengayomi dalam kebutuhan jasmani para anaknya. Kedua pihak tersebut harus saling berkolaborasi agar menghasilkan pribadi anak yang baik.

Dalam Islam, tak ada perbedaan dalam konteks pengabdian kepada guru maupun orang tua. Justru peran orang tua memiliki kasta tertinggi daripada guru, karena orang tua yang melahirkan dan mendidik dari usia belia, serta yang menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. 

Allah berfirman dalam surat al-Isra' ayat 23:

‎وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."

Ayat al-Qur'an di atas menjelaskan tentang perintah Allah kepada para hamba-Nya untuk menyembah kepada-Nya dan tidak kepada selain-Nya. Kemudian dalam penjelasan kedua yaitu perintah untuk berbuat baik dan menjaga kedua orang tua. Penjelasan tersebut begitu sangat penting hingga disandarkan dengan perintah menyembah kepada Allah.

Derajat kedua orang tua lebih ditinggikan hingga peran keduanya untuk dihormati dan dipatuhi telah diabadikan dalam al-Qur'an. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua lebih mengungguli dari kedudukan guru. Namun, tak menjatuhi harkat dan martabat para guru. Guru juga harus ditaati dan dipatuhi setelah kedua orang tua.

Selain itu, Rasulullah Saw juga bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin A'sh:

‎عن عَبْد اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم فَاسْتَأْذَنَهُ فِى الْجِهَادِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَحَىٌّ وَالِدَاكَ؟ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ

Artinya, “Dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash ra, seorang sahabat mendatangi Rasulullah saw lalu meminta izin untuk berjihad. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ ‘Masih,’ jawabnya. Rasulullah saw mengatakan, ‘Pada (perawatan) keduanya, berjihadlah,’” (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Dalam hadits yang dikisahkan oleh Abdullah bin Amr bin Ash ra tersebut sudah jelas bahwa jihad untuk membela agama maupun negara harus ditinggalkan atas perintah Rasulullah Saw, karena kedua orang tua sahabat yang sedang meminta izin kepada Rasulullah tersebut masih hidup. Berbakti dan menjaga kedua orang tua lebih diutamakan daripada jihad. Bahkan dalam pembahasan ini, berbakti kepada orang tua termasuk daripada jihad kepada Allah Swt.

Namun, dari ayat al-Qur'an maupun hadits yang telah terpapar tidak menjadikan peran guru tersudutkan. Adakalanya guru dapat dianggap sebagai orang tua kedua ketika mengajarkan para santrinya beberapa ilmu untuk mencerdaskan dan memberikan pengetahuan luas kepada mereka. Hal tersebut yang membuat martabat guru harus dipatuhi dan ditaati layaknya berbakti kepada kedua orang tua.

Menanggapi problematika yang ada, hendaknya para santri diarahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua ketika waktu perpulangan tiba. Harapannya adalah agar ilmu-ilmu yang telah didapatkan semasa di pesantren dapat menjadikan sumber dakwah dan diterapkan kepada orang tua maupun masyarakat sekitar. Selain itu, dengan kesempatan tersebut para santri dapat mengabdi dan berbakti kepada orang tua.

Sehingga tidak ada penyekat maupun pembeda dalam berbakti terhadap guru maupun orang tua. Mereka dapat memahami bahwa begitu pentingnya peran kedua orang tersebut dalam kehidupan para santri. Ketika salah satu peran tersebut hilang di dalam kehidupannya, maka yang terjadi adalah pondasi kehidupan mereka akan rapuh.

Pemahaman para santri harus diluruskan kembali. Tidak hanya berfokus pada pembahasan pengabdian kepada guru. Orang tua juga harus terlibat dalam pembahasan tersebut. Karena keduanya adalah kunci kesuksesan dalam kehidupan para santri. Rida Allah bergantung pada rida kedua orang tua, dan kemurkaan Allah bergantung pada kemurkaan orang tua. Begitu juga guru. 

Terakhir, pembahasan ini ditutup dengan kutipan perkataan seorang ulama' tersohor pada zaman saat ini yaitu Buya Yahya. Beliau mengatakan bahwa, "Guru yang baik akan mengajari anak agar lebih berbakti kepada orang tuanya. Sedangkan orang tua yang baik akan selalu menanamkan takzim, menanamkan penghormatan cinta dan sambung hati anak kepada gurunya. Jika seperti itu apakah akan terjadi perselisihan? Semoga semuanya belajar dari yang kami sampaikan, indah sebenarnya."

Posting Komentar

0 Komentar